Jakarta – Kenaikan harga BBM Bersubsidi yang baru baru ini di umumkan oleh pemerintah terus terjadi berbagai penolakan di kalangan masyarakat dan juga tak luput penolakan yang di ungkapkan oleh anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PKS, Dr. Sukamta, selasa (06-09-22).
Dr. Sukamta menjelaskan, “Alasan Pemerintah bahwa subsidi BBM tahun 2022 sudah mencapai Rp 500 trilliun itu tidak benar. Subsidi energi tahun 2022 sebesar Rp 208,9 T itupun terdiri dari subsidi BBM dan LPG pertamina 149,4 T serta subsidi listrik 59,6 T. Pemerintah seharusnya jujur, bukan membuat framing utang,” tegasnya.
Lalu, sisanya dari mana? Sisanya Rp 343 trilliun untuk membayar utang kompensasi alias utang pemerintah ke Pertamina dan PLN tahun 2022 sebesar Rp 234,6 triliun dan utang tahun 2021 sebesar Rp 108,4 triliun, imbuhnya.
“Kompensasi ini alasannya untuk mendukung operasional Pertamina dan PLN dalam menyediakan BBM subsidi. Jadi ini subsidi ke Pertamina dan PLN bukan ke rakyat,” ungkap Sukamta.
Mirisnya, kompensasi yang diberikan kepada PLN dan Pertamina sebagian besar untuk membayar utang BUMN tersebut dan untuk menanggung beban umum dan administrasi perusajaan termasuk membayar gaji-gaji direktur, komisaris dan manajemen, ujarnya.
“Pertamina saja beban umumnya sangat besar mencapai Rp 29 trilliun pada tahun 2021. Tahun 2022 angkanya kemungkinan tidak akan berbeda jauh,” cetusnya.
lanjut Sukamta, Jadi Pemerintah ini bikin pesan agar ada alasan utang pemerintah ke Pertamina dan PLN dibayar oleh rakyat.
“Dalihnya terlalu banyak subsidi BBM yang mencapai Rp 500 triliun. Padahal pemerintah ini tidak sanggup membayar utang ke Pertamina dan PLN,” pungkas Anggota Komisi I DPR RI ini.
“Berdasarkan fakta-fakta ini kami PKS menolak rencana kenaikan BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan bahan bakar minyak (BBM) ini ibarat bom waktu namun pemerintah tidak siap menghadapinya”, tutupnya. (RY)