H. Hendi Mewakafkan Jiwa Raganya untuk NKRI Tercinta

Eranusanews.com, – H. Hendi.E.SE.AK.,S.H.,M.H. Mewakafkan jiwa raganya untuk NKRI menjadi kepala daerah yaitu GUBERNUR. Dua pilihan Gubernur Jawa barat tempat kelahirannya yaitu putra daerah Bandung Dan Gubernur Sulawesi Utara di tempat kelahiran istri.

Haji Hendi mengatakan dirinya akan lewat Jalur independen sesuai keputusan yang sudah di tetapkan MK.
“Apabila Tuhan yang Maha Esa sudah berkehendak kunfayakun. Semua takdir Tuhanlah yang mengatur segala galanya manusia hanya impian dan mimpi,” tutur haji Hendi

“Apabila tuhan berkehendak ya harus siap dan Istiqomah buat kamajuan NKRI dan mensejahterakan rakyatnya, dan saya tidak akan mengeluarkan dana / biaya sepeserpun didalam pencalonan gubernur karna saya punya visi dan misi ( TIDAK AKAN MEMBERIKAN ANGIN SURGA TAPI MEMBERIKAN BUKTI FAKTA NYATA KEPADA RAKYAT ), dan tujuan saya menjadi gubernur bukan untuk mencari kekuasan, jabatan atau tahta itu hanya titipan yang harus di pertanggungjawabkan dunia maupun akhirat.”lanjutnya

Haji Hendi sempat mengatakan bahwa dari garis keturunan masih keturunan Sunan Gunung Jati. Ibu nya terlahir di kesepuhan generasi ke 6 Cirebon dan dari seorang ayah garis keturunan raja Padjajaran yaitu prabusiliwangi, tutur haji hendi yang sangat santun dan bijak.

Itupun dorongan dan doa seorang istri nya yang juga masih keturunan dari raja Bone/Bajo dari ibunya dan papahnya dari mertua garis keturunan Pelenkahu generasi 5.

Haji Hendi mengatakan
“Dasar hukum yang digunakan dalam rangka menjadi calon perseorangan adalah Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam Undang-Undang tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan atas peninjauan terhadap jumlah presentase dukungan calon kepala daerah melalui jalur independen yang mengharuskan melalui 3,5 persen jumlah penduduk yang terkandung dalam Pasal 41 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sederhananya, MK mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) di pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah. Hal tersebut jelas independen. Lebih lanjut, menyampaikan, calon kepala dan wakil kepala daerah yang sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Nomor 8 Tahun 2015 dengan menggunakan perolehan suara yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah nyata menunjukan perlakuan berbeda antara mereka yang mencalonkan diri secara independen dengan melalui jalur partai.”

Haji Hendi juga menjelaskan, “persyaratan presentase bagi warga negara yang akan mencalonkan diri sebagai calon dan wakil calon Kepala Daerah dengan didasarkan atas jumlah penduduk keseluruhan adalah hal yang salah. Pasalnya, keterpilihan seseorang menjadi kepala daerah bukanlah ditentukan dari jumlah penduduk, melainkan oleh jumlah penduduk yang memiliki hak pilih.” Ucapnya

Haji Hendi menyampaikan, “Calon kepala dan wakil kepala daerah yang diajukan oleh partai politik, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Nomor 8 Tahun 2015 dengan menggunakan perolehan suara yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah nyata menunjukan perlakuan berbeda antara mereka yang mencalonkan diri secara independen dengan melalui jalur partai.” Lanjutnya

MK berpendapat, penentuan presentase bagi warga negara yang yang hendak mencalonkan diri sebagai calon kepala dan wakil kepala daerah haruslah menggunakan jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih tetap di masing-masing daerah yang bersangkutan.
“Yang dimaksud dengan daftar calon pemilih tetap dalam hubungan ini adalah daftar calon pemilih tetap pada pemilihan umum sebelumnya,”

Memastikan Pasal 41 Ayat 1 dan 2 tidak bersifat diskriminatif. meski dinilai telah menghambat persamaan kedudukan dalam pemerintah, melihat pembedaan di dalam pasal tersebut tidak didasarkan atas pertimbangan ras, etnisitas, agama, jenis kelamin, maupun status sosial.
Selain itu, penggunaan daftar calon pemilih tetap yang telah terdata dalam pemilu sebelumnya digunakan sebagai acuan presentase terhadap calon yang akan mengikuti Pilkada selanjutnya ditujukan untuk menghilangkan persepsi inkonstitusional terhadap Pasal 41 Ayat 1 dan 2 UU No. 8 Tahun 2008.tutur haji Hendi. (Red)

Oleh : H.Hendi.E.SE.AK.SH.MH.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *