Oleh: Ismail Ratusimbangan (Jurnalis / Mantan Pegawai Otorita Batam).
EranusaNews, Batam – Persoalan lahan di Batam selalu terjadi polemik dari dahulu sampai sekarang, baik antara masyarakat dan pengusaha maupun antara perusahaan dengan perusahaan atau pun antara masyarakat dengan masyarakat.
Hal ini ini sering terjadi penyebab utama BP Batam sebagai pemegang hak Pengalokasian lahan terkesan lepas tanggung jawab dan mau enak sendiri.
Keributan persoalan lahan sering terjadi antara perusahaan dengan perusahaan penyebabnya lahan tumpang tindih, karena BP Batam tidak profesional atau adanya permainan oknum.
Saat ini terjadi keributan di lahan Sei Nayon antara perusahaan dengan masyarakat, atas kejadian ini seharusnya dicari akar masalahnya dan jalan keluarnya.
Jika bicara siapa yang salah dan siapa yang benar, semua salah dan semua benar.
Seharusnya kedepan BP Batam sebelum memberikan alokasi lahan, lihat dahulu kondisi lahan tersebut, begitu juga perusahaan yang akan menerima alokasi lahan tersebut.
Untuk lokasi lahan Sei Nayon saat ini, secara Yuridis memang perusahaan pemiliknya, namun secara Defakto masyarakat pemiliknya, karena masyarakat yang menguasai lahan tersebut.
Tentunya pertanyaan bagi kita, keberadaan masyarakat di sana sudah ada sebelum perusahaan mendapatkan alokasi atau keberadaan masyarakat di sana baru ada setalah perusahaan mendapatkan alokasi lahan dari BP Batam.
Jika keberadaan masyarakat di sana sudah ada sebelum perusahaan mendapatkan alokasi lahan dari BP Batam, maka konsekuensinya tentu perusahaan sudah tahu, apalagi ada perjanjian antara perusahaan dan BP Batam.
Dan jika masyarakat yang ada di sana setelah perusahaan mendapatkan alokasi lahan dari BP Batam, berarti perusahaan yang lalai tidak mampu menjaga lahan yang mereka dapatkan dari BP Batam, kemana mereka selama ini sehingga di caplok masyarakat karena lahan tidur.
Dan mohon maaf jangankan tanah atau rumah, istri sendiri pun jika di telantar akan diambil orang, begitulah perumpamaannya.
Menurut penulis jika BP Batam tidak merubah sistem pengalokasian lahan dan seharusnya setiap lahan yang akan di alokasi kepada pihak lain, harus di bebaskan dulu dari pihak lain, sehingga pengusaha tidak dibenturkan dengan masyarakat.
Logikanya bagaimana mungkin BP Batam memungut sewa / wajib tahunan otorita (WTO) kepada pihak yang menerima alokasi lahan, sementara lahan tersebut masih di kuasai oleh pihak lain, pantas kah?, hanya jual kertas mendapatkan miliaran rupiah.
Sebab dengan kebijakan yang di lakukan oleh BP Batam selama ini yang dibenturkan antara masyarakat dan pengusaha atau antara masyarakat dengan Aparat.